I. PENDAHULUAN
Di Indonesia batik memiliki sejarah dan
riwayat yang panjang. Di setiap wilayah Nusantara batik memiliki perkembangan
yang khas dan menarik. Batik Indonesia berbeda dibandingkan dengan batik dari
berbagai Negara. Batik dari mamcanegara bermotif geometris, sedang batik
Indonesia kaya motif, oleh karena itu batik sebagai salah satu identitas bangsa
Indonesia.
II.
RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana Sejarah Batik
Pra Islam Masa Hindu-Budha?
B. Bagaimana Batik Kasik
Mas Kerajaan Islam?
C. Bagaimana Batik Nusantara,
Khas Batik Yogyakarta, dan Koleksi Batik Jawa Tengah?
D. Bagaimana Proses
Pembuatan Batik?
III.
PEMBAHASAN
A. Sejarah Batik Pra Isam
Masa Hindu-Budha
Batik secara historis berasal dari nenek
moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada daun lontar.
Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Dalam sejarahnya batik
mengalami perkembangan yaitu dari corak binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang
menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
Kapan tepatnya batik mulai tercipta masih
menjadi tanda tanya. Namun motif batik
di Indonesia dapat ditemukan pada beberapa artefak budaya, seperti pada candi
peninggalan masa Hindu-Budha. Motif dasar parang dapat ditemukan pada patung
emas Syiwa (dibuat abad IX di Gemuruh, Wonosobo). Dasar motif ceplok ditemukan
pada pakaian patung Ganesha di Candi Pawon dekat Candi Borobudur (abad IX).
Batik juga ditemukan pada titik-titik dalam motif pada patung Padmipani di Jawa
Tengah (abad VII-X). Motif lukis ditemukan pada patung Manjusri di Ngemplak
Semongan, Semarang (abad X). Selanjutnya batik semakin eksis pada masa kerajaan
Majapahit dengan wilayah dan kekuasaan yang sangat luas. Data yang pasti,
sejarah dan perkembangan batik di Indonesia mulai jelas sejak kerajaan Matarm
Islam, yang bersumber dari keraton seperti Parang rusak dan Semen Rama.
B. Batik Klasik Masa Kerajaan
Islam
Riwayat dan sejarah pembatikan didaerah Jawa
Timur yang cukup berpengaruh adalah Ponorogo, yang kisahnya berkaitan dengan
penyebaran agama Islam di daerah tersebut. Pada waktu itu ada seorang keturunan
dikerajaan Majapahit yang bernama Raden Katong, adik dari Raden Patah, Raden
Katong inilah yang membawa agama Islam ke Ponorogo dengan mendirikan pesantren.
Pembuatan batik Cap di Ponorogo pada awal
abad XX sangat terkenal dengan dalam pewarnaan nila yang tidak luntur. Oleh
karena itu banyak pengusaha batik dari Banyumas dan Solo yang memberikan
pekerjaan kepada para pengusaha batik di Ponorogo. Sejak masa itulah, batik
Ponorogo terkenal diseluruh Indonesia dengan Batik Cap Mori Biru.
Kejayaan kerajaan Majapahit turut membantu menyebarluaskan seni
batik. Saat kerajaan kehilangan pamornya, perkembangan batik di Nusantara tidak
surut. Di daerah pedalaman di luar keraton dan daerah pesisir, batik terus
berkembang dan semakin eksis. Perkembangan batik di Nusantara kembali bangkit
dan mendapatkan titik terang pada saat kelahiran kerajaan Mataram Islam. Pusat
kekuasaan kerajaan yang berada di Jawa Tengah telah turut mempengaruhi dan
andil besar dalam perkembangan batik nasional, sehingga dapat memberi ciri khas
identitas bangsa Indonesia.
C. Batik Nusantara,
Khas Batik Yogyakarta, dan Koleksi Batik Jawa Tengah
1.
Batik Nusantara
Setelah ditemukan dokumen sejarah yang ditulis
dan dilukis di daun lontar, diketahui bahwa batik telah dikenal di Nusantara
sejak abad XVII. Motif batik saat itu
masih didominasi bentuk binatang dan tanaman, kemudian mengalami perkembangan
dan beralih pada motif abstrak yang menyerupai awan relief candi, wayang dan
sebagainya.
Beberapa kota di Indonesia yang memiliki
riwayat dan sejarah batik serta memberi kontribusi besar terhadap
perkembangan batik di indonesia dalam
buku Batik Nusantara karya Ani Wulandari sebagai beribkut:
a.
Mojokerto dan Tulungagung
Batik
Mojokerto dan Tulungagung mempunyai corak dan warna sama yakni coklat muda atau
biru tua. Tempat pembatikan yang terkenal adalah Desa Majan dan Simo
(Tulungagung) dan Desa Kwali, Mojosari, Sidomulyo (Mojokerto).
b.
Ponorogo
Pembuatan
batik Cap di Ponorogo baru dikenal setelah perang dunia I berakhir. Daerah
Ponorogo pada awal abad XX sangat terkenal dengan bentuknya dalam pewarnaan
nila yang tidak luntur. Batik ponorogo lebih dikenal dengan Cap Mori Biru.
c.
Kebumen
Batik
Kebumen dikenal sejak awal abad XIX yang dibawa oleh pendatang dari Yogya dalam
rangka dakwah agama Islam. Batik pertama di Kebumrn dinamakan tengabang atau
blambangan dan selanjutnya proses terakhir dikerjakan di Banyumas. Motif batik
Kebumen pada umumnya adalah pohon-pohon dan burung.
d.
Banyumas
Perkembangan
batik Banyumas berpusat di daerah Sukaraja dibawa oleh pengikut Pangeran
Diponegoro setelah tahun 1830. Bahan kain yang dipakai hasil tenunan sederhana
dan obat pewarna dari Tom dan mengkudu dengan warna merah bersemu kuning.
e.
Pekalongan
Hampir
seluruh wilayah pesisir utara, pekalongan menjadi sentral kerajinan batik.
Setiap sentral kerajinan batik memiliki ciri khas, baik dari segi tehnik,
warna, cerah ornamen, maupun bahan. Masyarakat Pekalongan menjadikan kegiatan
membatik sebagai kerajinan perdagangan. Banyaknya sentral kerajinan batik
memacu pengrajin batik untuk terus termotivasi menciptakan kreasi-kreasi
terbaru. Perkembangan batik Pekalongan sangat dipengaruhi selera pasar. Batik
pekalongan memiliki beberapa ciri khas motif. Motif asli Pekalongan dikenal
dengan motif Jlamprang. Motif ini termasuk golongan arah geometris dan nitik.
Beberapa ahli mengatakan motif Jlamprang dari pengaruh Islam yang beranggapan
ada larangan menggambar makhluk hidup dalam motif batik. Motif ini lahir dari
pengusaha-pengusaha batik keturunan Arab. Pekalongan juga terkenal dengan motif
buketan dan terang bulan.
f.
Batik Lasem
Kegiatan
pembatikan di Lasem dikuasai oleh pengusaha Cina. Hal tersebut sangat
menyebabkan pengaruk kebudayaan Cina sangat dominan seperti burung Hong, lokcam
dan tumbal dengan ornamen Cina. Pengerjaan batik di Lasem biasanya dilakukan di
tembok-tembok tertutup dengan merahasiakan resep-resep pengolahannya. Warna
bercirikhas merah darah ayam. Berbeda degan pekalongan yang hampir sering
terbuka.
g.
Batik Tuban
Dikerjakan
Pengrajin sebagai kerjaan sambilan disela-sela kegiatan petani. Motif geometris
batik Tuban banyak meniru struktur kain tenunan kembang. Batik dengan motif
tumbukan dan binatang berupa motif sejenis Lockam dan burung Hoa juga
berkembang di Tuban.
h.
Purworejo
Pembatikan
di Purworejo muncul pada awal abad XIX dengan datangnya para pembatik dari
Yogyakarta dan Solo. Perkembangan kerajinan batik di Purworejo lambat laun
sebagian besar produksi dipengaruhi oleh gaya keraton, karena batik disini
sebagian besar adalah orang-orang keraton yang ikut mengungsi ketika terjadi
perang di Yogyakarta.
i.
Tasikmalaya
Tasikmalaya
merupakan daerah basis pembuatan batik. Disana banyak pohon tarum yang
digunakan untuk pembuatan batik. Sentral pembuatan batik Tasikmalaya adalah
Desa Lurung Sukapura, dan kota Tasikmalaya. Batik Tasikmalaya ada sejak zaman
perang Diponegoro ketika banyak orang Jawa Tengah mengungsi ke Jawa Barat.
Pengungsian penduduk membawa serta kebudayaan batik dari tempat asal ke
Tasikmalaya. Ornamen khas Tasikmalaya terletak antara abstrak klasik dan
realistik
j.
Ciamis
Batik
di Ciamis di kenal mulai awal abad XIX setelah berakhirnya perang Diponegoro
tahun 1830. Motif batik Ciamis adalah campuran dari batik Jawa Tengah dan
Ciamis terutama dalam hal motif dan warna. Perpaduan antara kedua tradisi yang
sempat berbeda menjadikan batik Ciamis memiliki ciri khas.
k.
Cirebon
Batik
cirebon sudah dikenal sejak abad XIII. Raja-raja dari kerajaan Cirebon sangat
senang dengan lukisan. Sebelum mereka mengenal benang katun, lukisan
menggunakan daun lontar. Sebagian besar batik Cirebon bermotifkan gambar dengan
lambang hutan dan margasatwa.
2.
Khas Batik Yogyakarta
Ke-khasan
batik Yogyakarta terletak pada keindahan motifnya yang menggunakan warna utama
coklat soga dan biru wedelan yang semula lebih banyak menggunakan zat warna
alami.
Menurut polanya
batik Yogyakarta dapat digolongkan menjadi dua kelompok yaitu geometris dan eo
geometris. Yang termasuk dalam pola geometris adalah parang, lereng, kawung,
ceplok dan nitik. Sedangkan yang termasuk keompok neogeometris adalah pola-pola
semen.
Motif
parang dan lereng adalah susunan motif dengan arah diagonal. Bedanya kalau
motif parang merupakan deformasi bentuk senjata tradisional dengan diberi
beberapa variasi dan isen-isen, sehingga motif lereng terdiri dari garis dan
isian lainnya yang bersifat linier dan tanpa mlinjon.
Motif
kawung dibentuk oleh empat buah lingkaran ellips yang bersinggungan pada satu
titik pusat. Lingkaran ini diilhami oleh biji aren yang belah menjadi dua.
Dengan beberapa variasi-variasi berupa titik, garis dan isian lainnya bentuk
ini di ulang-uang dalam pola vertikal dan horizontal, sehingga memenuhi bidang
lain.
Motif
nitik merupakan tiruan kain tenun yang terwujud dalam titik-titik persegi dan
balok kecil yang dibuat dengan canting khusus.motif semen berasal dari kata
semi yang berarti berbagai macam tumbuhan. Pada motif ini sangat luas
kemungkinannya karena dapat dipadukan dengan ragam hias tambahan lainnya.
Antara lain burung, naga, candi, gunung, lidah api panggungan, lar atau sawat.
3.
Koleksi batik Jawa Tengah sebagai berikut:
1.
Batik Parang Barong
Motif
parang barong yang pada awalnya hanya digunakan oleh para Raja. Motif parang
sesungguhnya menggambarkan kekuasaan. Selaras dengan makna yang ada jika
digunakan ksatria akan berlipat kekuatannya.
2.
Batik Sido Mukti
Mukti
artinya kehidupan mulia dan luhur. Batik inimerupakan harapan supaya bisa
tercapai kedudukan yang tinggi (luhur) dan diberi rezeki yang lebih (mulia)
3.
Batik Truntum
Motif
batik truntum diciptakan oleh Kanjeng Ratu Kencana (Permaisuri Sunan Paku
Buwana III) bermakna cinta yang tumbuh kembali
4.
Batik Jlamprang
Motif
batik jlamprang atau Yogjakarta dengan nama nitik adalah salah satu batik yang
cukup popular diproduksi didaerah Krapyak Pekalongan.
D.
Proses Pembuatan Batik
Secara
umum proses pembuatan batik melalui tiga tahapan, yaitu pemberian malam (lilin
batik) pada kain, pewarnaan, dan pelepasan lilin dari kain.
Sebelum
proses pembatikan pertama mempersiapkan bahan dan peralatan sebagai berikut:
1.
Menyiapkan kompor kecil sebagai
pemanas malam, kemudian siapkan wajan kecil berisi malam (lilin batik). Malam
yang dipanaskan harus mencair dengan sempurna, hal itu dimaksudkan agar malam
dapat lancar keluar mealui ujung canting dan meresap daam mori. Panas atau bara
api tidak boleh terlalu besar dan tidak boleh terlalu kecil. Apabila api
terlalu besar akan menjialat malam daam wajan dan mengakibatkan malam hangus.
Apabila api terlalu kecil, malam tidak mencair secara sempurna dan menyebabkan
malam idak lancar ketika keluar melalui canting.
2.
Perlengkapan lain yang
dipersiapkn adalah dingklik, gawangan, mori, letak duduk pembatik adalah
diantara gawangan dan kompor. Letak gawangan disebelah kiri kompor disebelah
kanan pembatik, Agar tidak terkena panas lilin (malam) yang menetes, maka
diletakkan kain pengaman diatas kaki atau paha si pembatik.
3.
Pembatik memulai megang canting
memulai mengerjakan batik. Cara memegang canting yang baik adalah dengan ibu
jari, jari telunjuk dan jari tengah seperti memegang pensil saat menulis. Hanya
saja arah tangkai yang berbeda. Tangkai canting posisinya horizontal, posisi
canting demikian bertujuan agar lilin dalam canting/nyamplungan tidak tumpah,
setelah persiapan sudah semua maka berikutnya adalah proses pembatikan:
a.
Pemberian Lilin
Malam
yang telah mendidih dalam wahan diciduk dengan cantingkemudian dibatik di atas
mori yang telah digambar atau diberi motif dengan pensil sesuai dengan motif
yang diinginkan
Sebelum
dibatikkan canting ditiup terlebih dahulu dengan hati-hati. Hal ini untuk
menghindari agar ilin dalam canting/ nyamplungan tidak tumpah, dan fungsi
meniup lilin adalah;
1)
Mengembalikan cairan lilin ke
dalam nyamplungan dan agar lilin tidak menetes sebelum ujung canting
ditempelkan pada mori.
2)
Menghilangkan cairan lilin yang
membasahi ujung canting sehingga goresan menjadi baik dan rapi.
3)
Untuk mengontrol kemungkinan
ujung cating dari kemungkinan tersumbat oleh kotoran lilin atau menghilangkan
kotoran-kotoran malam yang bisa menyumbat canting.
Apabila
keadaan lilin sudah baik barulah digoreskan pada mori. Pada saat menggoreskan,
tangan kiri sebaiknya diletakkan di balik mori sebagai landasan mori yang
sedang digores denga canting. Proses pemberian liin yang sedang digores dengan
canting. Proses pemberian lilin yang dilakukan para pembatik sekarang berbeda
bila dibandingkan dengan prose pemberian lilin tradisional. Tahapan-tahapan
mulai ditinggalkan untuk mencari praktisnya namun sebagian tidak dapat
ditinggalkan seperti:
1.
Membatik Kerangka
Setelah mori di pola,
canting digoreskan pada garis-garis gambar atau pola tersebut dengan
menggunakan malam klowong. Pada tahap ini hasil pekerjaannya disebut batik
kosongan. Canting yang dipergunakan dalam tahap ini adalah canting klowong.
2.
Ngisen-Iseni
Canting yang dipergunakan
untuk ngisen-iseni adalah canting cucuk kecil. Ngisen-iseni artinya mengisi
atau memberi isi. Canting isen ada bermacam-macam dan penggunaannya tergantung
pada motif yang ada.
3.
Nembok
Motif batik tidak
seluruhnya diberi warna atau akan diberi warna yang beraneka macam pada waktu
proses pemalaman kain. Bagian-bagian yang tidak diberi warna ditutup
dengancanting tembok dan menggunakan liin tembokan, tahapan ini disebut
nemboki.
Pada tahap ini
pembatikan harus teliti dan rata, tetapi warna tidak boleh tembus kebidang yang
lain. Proses ini tidak hanya dilakukan pada dasar motif tetapi juga dilakukan
untuk menutup bagian-bagian motif yang besar misalnya daun dan bunga.
b.
Pewarnaan
Setelah
tahap pemberian lilin selesai, proses selanjutnya adalah pewarnaan. Proses
pewarnaan ada beberapa tahapan seperti pada tahapan pemberian lilin. Jadi,
untuk mendapatkan warna yang beraneka macam diakukan proses pemberian lilin dan
pewarnaan yang berganti-ganti. Contoh pemberian warna untuk mendapatkan warna
hijau maka mori dicelup pada warna berikutnya.
Pada
proses pewarnaan ini ada beberapa macam cara tergantung pada jenis pewarna yang
digunakan seperti naphtol, indigosol, dan prosion.
c.
Penghilangan Lilin (pelorodan)
Apabila
tahap pewarnaan sudah selesai atau tidak ditutup lagi dengan lilin batik maka
lilin yang menempel pada mori perlu dihilangkan. Proses penghilangan lilin atau
bisa disebut pelorodan adalah proses terakhir dari pembatikan. Penghilangan
lilin dilakukan dengan proses sebagai berikut:
1)
Rebuslah air didalam tempat/
bak untuk proses pelorodan
2)
Masukkan TRO secukupnya (dapat
diganti dengan sabun cuci bubuk)
3)
Setelah air mendidih maka
masukkan mori yang telah diproses tersebut kedalam bak air. Mori diangkat
berkali-kai sampai lilin-lilin yang menempel lepas dan hilang.
4)
Setelah semua noda-noda lilin
yang menempel benar-benar bersih kain diangkat dan dibilas atau dicuci dengan
air dingin.
5)
Mori dijemur ditempat yang
teduh untuk kain yang memakai pewarna indigoso dapat dijemur ditempat yang agak
panas.
Setelah
proses nglorod selesai maka terlihatlah sebuah pola batik pada mori dengan
kombinasi warna sesuai yang dikehendaki.
IV.
KESIMPULAN
1.
Batik secara historis berasal
dari nenek moyang yang dikenal sejak abad XVII yang ditulis dan dilukis pada
daun lontar. Saat itu motif atau pola batik masih didominasi dengan bentuk binatang dan tanaman. Dalam sejarahnya batik
mengalami perkembangan yaitu dari corak binatang dan tanaman lambat laun beralih pada motif abstrak yang
menyerupai awan, relief candi, wayang beber dan sebagainya.
2.
Batik nusantara
a.
Mojokerto dan
Tulungagung
b.
Ponorogo
c.
Kebumen
d.
Banyumas
e.
Pekalongan, dll.
3. Koleksi batik Jawa Tengah
a. Batik Parang Barong
b. Batik Sido Mukti
c. Batik Truntum
d. Batik Jlamprang
4. Proses pembuatan batik
a.
Membatik kerangka.
Proses pertama membatik ini,adalah
proses membuat motif pada kain
b.
Ngisen-iseni.
Ini adalah tahap kedua daam proses
membatik. Kata ngisen-iseni berarti mengisi, jadi tahap ngisen-iseni ini
merupakan proses mengisi motif pada kain klowongan. Setelah melewati tahapan
ini, kain tidak lagi disebut klowongan, melainkan disebut ngengrengan
c.
Nerusi.
Tahapan ketiga dalam proses membatik
ini adalah proses penyelesaian. Pada tahapan ini, kain yang telah berupa
ngengrengan itu kemudian dibalik, dan proses yang sama, pada tahapan pertama
dan kedua dilakukan pada sisi kain ini. Kain hasil proses nerusi ini masih
disebut sebagai Ngengrengan.
d.
Nembok.
Sebuah batikan ada kalanya memiliki
bagian yang berwarna putih, atau akan diberi warna yang berbeda dengan warna
dasar. Bagian ini biasanya ditutupi maam dengan canting besar pada tahap empat,
yang dikenal sebagai nembok. Bagian yang ditembok biasanya adalah bagian
disela-sela motif utama. Proses nembok ini hanya dilakukan di satu sisi saja,
yaitu bagian kain yang ada disebelah luar ketika dikenakan.
e.
Bliriki.
Ini adalah proses terakhir dalam
membatik sebelum kain mengalami proses pewarnaan, proses bliriki ini dilakukan
untuk menyempurnakan proses nembok. Pengrajin batik,memeriksa seluruh bagian
yang ditemboki, dan jika ada yang terlewat menutup bagian tersebut hingga
sempurna, maka selesailah proses membatik ini. Kain siap menjalani proses
pewarnaan.
V.
PENUTUP
Demikianlah laporan yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang
konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan laporan-laporan selanjutnya.
Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Baharuddin. Pendidikan Psikologi Perkembangan. Ar-ruz
Media. Jogjakarta. 2010.
Baharuddin. Psikologi Pendidikan Refleksi Teoritis
Terhadap Fenomena. Ar-ruz Media. Jogjakarta. 2010.
Dalyono. M. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta.
Jakarta. 2009.
Rohmah. Noer. Psikologi Pendidikan.Teras. Yogyakarta.
2012.
Imran. Teori Belajar Psikologi Pendidikan. 2011
/ http : // Teori- Belajar- Psikologi- Pendidikan / 2013 / 06 / 03 / 13:30