Minggu, 07 Juli 2013

INTERRELASI NILAI JAWA DAN ISLAM PADA ASPEK ARSITEKTUR



     I.               PENDAHULUAN
Islam Jawa sering dipandang sebagai Islam sinkretik atau Islam nominal, yang konsekuensinya Islam Jawa bukanlah Islam dalam arti sebenarnya. Atau “kurang Islam”, bahkan “tidak Islam” pendapat ini dibuktikan dari pendapat beberapa ilmuan seperti Robert F.Hefner, C.C. Berg, dan Geertz.[1]
Oleh karena itu, penting pula memahami interpelasi Islam Jawa pada bidang arsitektur. Mengingat arsitektur (secara fisik) menunjukkan keberadaan perkembangan budaya suatu daerah. Misalnya dari bangunan tempat ibadah, makam, tata ruang kota, dll.
    II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Sejarah Arsitektur dalam Islam?
B.     Apa saja macam-macam Arsitektur Jawa Islam?
C.     Bagaimana pola internalisasi Arsitektur Jawa Islam?
 III.            PEMBAHASAN
A.    Sejarah Arsitektur Dalam Islam
Dalam sejarah peradaban agama islam,masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam islam,yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh rosulullah SAW sebagai masjid yang pertama.[2]
Awal mula bangunan masjid Quba sangatlah sederhana sekali ,dengan lapangan terbuka sebagai intinya,dan penempatan mimbar pada sisi dinding arah kiblat,serta di tengah-tengah lapangan terdapat sumber air untuk bertujuan bersuci,masjid Quba ini merupakn karya sepontan dari masyarakat muslim di madina pada waktu itu .bangunan masjid Quba di sebut para ahli sebagai masjid arab asli.namun,kiranya arti lebih luas adalah bahwa masjid Quba telah menampilkan dasar pola arsitektur masjid yang lebih mengedepankan makna dan fungsi minimal yang harus terpenuhi dalam bangunan sebuah masjid.[3]
Sementara itu, sebelum Islam masuk di Jawa masyarakat Jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur, baik yang dijiwai oleh nilai seni asli Jawa maupun jenis bangunan seperti kuburan, candi, keraton, benteng, meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata wayang pada rumah, dan padepokan.
Oleh karena itu, ketika Islam masuk di Jawa arsitektur Jawa tidak dapat dinafikan oleh Islam. Jadi, agar Islam dapat diterima sebagai agama orang Jawa, maka simbol-simbol Islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep Jawa, sebagai hasil berasimilasinya dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan Muslim Jawa dalam karya arsitektur.[4]

B.     Macam-macam Arsitektur Jawa Islam
Banyak arsitektur jawa yang bercorak Islam, dimana terjadi asimilasi diantara dua kebudayaan tersebut,diantaranya:
1.    Masjid
Masjid sebagai tempat yang secara khusus untuk beribadah kepada Allah SWT, mempunyai nilai yang sangat tinggi bagi umat Islam. Masjid juga digunakan untuk berdoa dan memohon kepada Allah atas segala sesuatu yang menjadi keinginan serta tujuan manusia.[5]
Di berbagai tempat dimana Islam tumbuh, masjid telah menjadi bangunan penting dalam syiar Islam. Masjid dijadikan sebagai sarana penanaman budaya Islam sehingga dalam pengertian ini terjadilah pertemuan dua unsur dasar kebudayaan, yakni kebudayaan yang dibawa oleh para penyebar Islam yang terpaterai oleh ajaran Islam dan kebudayan lama yang telah dimiliki oleh masyarakat setempat. Di sini terjadilah asimilasi yang merupakan keterpaduan antara kecerdasan kekuatan watak yang disertai oleh spirit Islam yang kemudian memunculkan kebudayaan baru yang kreatif, yang menandakan kemajuan pemikiran dan peradabannya. Oleh karena itu keragaman bentuk arsitektur masjid jika dilihat dari satu sisi merupakan pengayaan terhadap khazanah arsitektur Islam, pada sisi yang lain arsitektur masjid yang bernuansa local secara psikologis telah mendekatkan masyarakat setempat dengan Islam.
Masjid sebagai arsitektur Islam merupakan manifestasi keyakinan agama seseorang. Oleh karena itu, tampilan arsitektur Islam tidak lagi hanya pada masjid, tetapi telah tampil dalam bentuk karya fisik yang lebih luas.[6]
2.    Makam
Di Jawa makam merupakan salah satu tempat yang dianggap sakral, bahkan sebagian cenderung dikeramatkan. Dilihat dari corak arsitekturnya terdapat beberapa bentuk. Ada yang sederhana dengan hanya ditandai batu nisan seperti makam Fatimah binti Maimun, 1428 atau makam Maulana Malik Ibrahim di Gresik, 1419 dll.
Adapun untuk penempatannya ada yang menyatu dengan komplek masjid seperti sunan Kudus, makam Raden Patah. Bangunan makam Sunan Kudus yang arealnya dikelilingi bangunan yang berlapis-lapis mengingatkan kita pada bentuk bangunan kedhaton pada keraton jaman kerajaan Hindu dengan lawanng korinya. Tampilnya berbagai seni hias dan stereotipe candi pada beberapa makam di Jawa menunjukkan adanya bukti interelasi budaya Jawa dan Islam dalam arsitektur makam.
Berikut terdapat tradisi penguburan jenazah yang didasarkan pada hadits Nabi:
a.)  Kuburan lebih baik ditinggikan dari tanah sekitar agara mudah diketahui (HR. Baihaqi).
b.) Membuat tanda kubur dengan batu atau benda lain pada bagian kepala (HR. Abu Daud).
c.)  Dilarang menembok kuburan (HR. Tirmidzi dan Muslim).
d.) Dilarang membuat tulisan diatas kubur (HR. An-Nasa’i).
e.)  Dilarang membuat bangunan diatas kubur (HR. Ahmad dan Muslim).
f.)  Dilarang menjadikan kuburan sebagai masjid (HR. Bukhari dan Muslim).[7]
3.    Tata Kota Islam
Secara tidak langsung, arsitektur dan tata kota Islam bertautan dan dipengaruhi oleh Hukum Ilahi atau Syari’ah, yang mencetak kehidupan individu Muslim dan kehidupan komunitas Islam sebagai satu keseluruhan. Hukum Ilahi itu sendiri berasal dari wahyu Islam dan sekalipun tidak mencipta arsitektur atau tata kota, ia benar-benar melengkapi arsitektur itu dengan latar belakang sosial dan manusiawi yang secara sakral mempunyai asal usul yag supra manusiawi. Karenanya, arsitektur dan tata kota Islam, dalam bentuk tradisional dicipta, dibentuk, dan dipengaruhi oleh agama Islam dalam prinsip-prinsip batini, bahasa simbolik dan landasan-landasan intelektual mereka, dan juga oleh penataan manusiawi dan sosial untuk mana mereka dipergunakan sebagai kerangka eksternal.[8]
C.    Pola Internenalisasi Arsitektur Islam Jawa
Internalisasi islam dalam arsitektur di jawa sebenarnya sudah dapat di lihat sejak awal islam masuk di jawa.mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran islam di jawa di lakukan melalui karya seni arsitektur,di antaranya adalah bangunan masjid.[9]
Sementara itu,sebelum islam masuk di jawa masyarakat jawa telah memiliki kemampuan dalam melahirkan karya seni arsitektur,baik yang di jiwai nilai asli jawa maupun yang telah di pengaruhi oleh hindu budha dimana di jawa telah berdiri berbagai jenis bangunan seperti bangunan candi, keraton, benteng, kuburan, meru, rumah joglo, relief pada bangunan gapura, tata ruang desa/kota yang memiliki konsep mencapat,hiasan toko wayang pada rumah, kuburan dan padepokan.
Oleh karena itu ketika islam masuk di jawa keberadaan arsitektur jawa yang telah berkembang dalam konsep dan filosofi tidak dapat di nafikan oleh islam.agar islam dapat di terima sebagai agama orang jawa, maka simbol-simbol orang islam hadir dalam bingkai budaya dan konsep jawa, yang kemudian memunculkan kreativitas baru sebagai hasil berasimilasi dua kebudayaan dan sekaligus sebagai pengakuan akan keberadaan keunggulan muslim jawa dalam karya arsitektur.
Kondisi ini dapat kita temukan pada bangunan menara masjid Kudus {masjid al aqso}yang di bangun oleh sunan kudus dengan ciri yang khusus dan tidak di dapatkan pada bentuk bngunan masjid di manapun, yakni bentuk bngunan menara yang mirip dengan meru ada bangunan hindu lawang kembar pada bangunan utama masjid dan pintu gapura serta pagar yang mengelilingi bangunan masjid dan kesemuanya bercorak bangunan hindu dan bentuk susunan bata merah tanpa perekat yang mengingatnya pada bentuk bangunan kori pada kedhathon di komlek kerajaan hindu.
Bentuk bangunan menara masjid Kudus yang demikian di maksudkan untuk menarik simpati masyarakat hindu pada waktu itu untuk memeluk islam. Kecuali itu, menurut Foklore, bangunan tersebut menunjukkan keyakinan akan kedigdayaan sunan kudus sebagai penyebar islam dimana bangunan menara kudus di percaya sebagai bangunan yang di buat oleh sunan kudus dalam waktu semalam dan terbuat dari sebuh batu merah yang terbungkus dalam sapu tangan yang berasal dari makkah.[10]
Selain menara masjid Al-Aqsha di Kudus, bentuk bangunan masjid yang bercorak khas Jawa yang lain adalah bangunan masjid yang bercorak khas Jawa yang lain adalah bangunan masjid yang memakai bentuk atap bertingkat/tumpang (dua,tiga,lima, atau lebih), dan pondasi persegi. Pondasi yang persegi ini sisinya tepat berada pada arah mata angin. Selain soko gurunya juga membentuk sebuah persegi, terdapat pla ciri khas mimbar dengan pola ukiran teratai, mastaka atau memolo, disebelah timur terdapat pintu masuk dan diperluas dengan adanya serambi, ditengah-tengah tembok sebelah barat ada bangunan menonjol untuk mihrab yang berbentuk lengkung pola kalamakara,  dan dibagian selatan ada bangunan tambahan yang dihubungkan dengan jendela dan pintu kebagian dalam yang sering disebut dengan pawestren (krama)/pangwadon (Ngoko), yaitu tempat khusus untuk raja atau sultan pada waktu salat jum’at.[11]
Masjid di jawa biasa di lengkapi dengan beduk dan kentongan sebagai bertanda masuknya waktu sholat, pada masanya di anggap sangat efektif sebagai sarana komunikasi. Ciri-ciri bangunan masjid seperti itu dapat kita temui hampir dalam semua bangunan masjid kuna di jawa seperti masjid dekat makm raja kuta Gede dan Imogiri, masjid di giri masjid demak, dan kebanyakan masjid – masjid di jawa.[12]      

 IV.            KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan makalah ini adalah:
a.       Dalam sejarah peradaban agama islam,masjid di anggap sebagai cikal bakal arsitektur dalam islam,yakni dengan di bangunnya masjid Quba oleh rosulullah SAW sebagai masjid yang pertama.
b.      Banyak arsitektur jawa yang bercorak Islam, dimana terjadi asimilasi diantara dua kebudayaan tersebut,diantaranya:
1.)    Masjid
2.)    Makam
3.)    Tata kota
c.       Internalisasi islam dalam arsitektur di jawa sebenarnya sudah dapat di lihat sejak awal islam masuk di jawa.mengingat bahwa salah satu saluran penyebaran islam di jawa di lakukan melalui karya seni arsitektur,di antaranya adalah bangunan masjid.

    V.            Penutup
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.















DAFTAR PUSTAKA

Amin, Darrori, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.
Djoened P, Marwati dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 1984
Nasr, Seyyed Hossein, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern, Bandung : 1994
Prasetyo, Hendro. “Mengislamkan Orang Jawa”:Antropologi Baru Islam Indonesia. Dalam Jurnal ISLAMIKA No. 3 Januari-Maret 1994.
Resi, Maharsi, Islam Melayu VS Jawa Islam,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010
Rochym , Abdul, Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983



[1] Hendro Prasetyo. “Mengislamkan Orang Jawa”:Antropologi Baru Islam Indonesia. Dalam Jurnal ISLAMIKA No. 3 Januari-Maret 1994.
[2] Abdul Rochym,Sejarah Arsitektur Islam, Angkasa, Bandung, 1983, hlm. 26
[3] Abdul Rochym,Sejarah Arsitektur Islam, Bandung:Angkasa, 1983, hlm.32
[4] Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.hlm.188
[5] Maharsi Resi, Islam Melayu VS Jawa Islam,Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010,hlm.188
[6] Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.hlm.187
[7]Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.hlm.195
[8] Seyyed Hossein Nasr, Islam Tradisi di Tengah Kancah Dunia Modern,Bndung : 1994.hlm.243
[9] Marwati Djoened P.dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, hlm. 192
[10]Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.hlm.189
[11] Marwati Djoened P.dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III. Jakarta: Balai Pustaka, 1984, hlm. 193
[12] Darrori Amin, Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta : Gama Media. 2002.hlm.199

Tidak ada komentar:

Posting Komentar